T
|
unjangan Bahaya Radiasi
bagi pekerja radiasi hingga saat ini tetap menjadi persoalan yang dinamis untuk dibicarakan selalu saja ada persoalan yang memprihatinkan dan tidak seragam
penyelesaiannya. Banyak interpretasi yang beragam menyebabkan ketidakpastian akan nasib para pekerja radiasi ini. Apalagi dengan pemberlaluan otonomi daerah semakin beragamlah
persoalan TBR untuk pekerja radiasi di daerah. Sejak diberlakukannya UU no 32 tahun 1999 yang kemudian
disusul dengan UU no 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang secara
subtansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta
pemerintahan kota suatu kewenangan serta otonomi yang lebih luas dibandingkan
dengan era sebelumnya. Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun 1999, yang
dimaksud Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai pasal 1 ayat 5 yang
dimaksud Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketika terbit surat edaran mengenai Penjelasan atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-26/PB/2006 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Umum bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Anggota Tentara Nasional Indonesia , terdapat beberapa hal yang menyangkut Keppres no 48 menjadi tidak seragam lagi pengaturan pemberiannya antara PNS, Polri maupun TNI. Demikian juga mengenai TBR pada PNS dilingkungan Polri dan TNI tidak dijelaskan pada surat edaran ini sehingga juga dapat terjadi misinterpretasi.
Selain ketidakpastian aturan pemberian TBR terhadap PNS di daerah yang berbeda-beda yang terjadi dikarenakan adanya persepsi yang berbeda menyikapi peraturan tentang TBR ini, terutama diakibatkan dengan Undang-undang otonomi daerah tersebut diatas. Beberapa ketidakadilan dalam penerbitan Keppres 48/95 tersebut ternyata juga menjadi kajian ilmiah yang menarik untuk disimak. Tulisan ini saya buat bukan untuk mempersoalkan siapapun atau lembaga manapun namun lebih kepada persoalan mengenai keprihatinan terhadap nasib pekerja radiasi yang telah berjuang mengorbankan kesehatannya demi banyak orang meskipun tahu akan akibatnya sementara banyak pihak, bahkan pemerintah yang tidak memberikan reward yang layak untuk pengorbanan tersebut sebagai kompensasi atas resiko bahaya yang disandang pekerja radiasi.
Persoalaan subtantif
Sejak diterbitkannya Keppres 48 /1995 ternyata dilihat dari kacamata hukum sudah menunjukkan ketidakadilan sehingga terjadi pelanggaran keadilan bagi pekerja radiasi khususnya swasta silahkan anda simak tulisan ilmiah berupa tesis saudara Kartamihardja,
Achmad Hussein Sundawa (2007) PELANGGARAN
KEADILAN DALAM PEMBERIAN TUNJANGAN BAHAYA RADIASI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
BIDANG KESEHATAN. Masters thesis, Unika
Soegijapranata. Temuan kajian hukum yang ada mengenai perlakuan atas produk hukum ternyata tidak mencerminkan keadilan Berikut ini uraian tulisannya : Hukum diperlukan dan bertujuan untuk melindungi kepentingan seseorang dan menghormati kepentingan dan hak orang lain serta tidak bertentangan dengan asas keadilan. Rumusan keadilan menurut Teori keadilan Rawls adalah kebebasan dasar bagi semua orang dan ketidaksamaan harus diatur untuk memberikan keuntungan bagi setiap orang yang paling tidak beruntung serta semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang. TBR berdasarkan Keppres RI No. 48 tahun 1995 diberikan kepada PNS pekerja radiasi yang bekerja hanya di sarana kesehatan Radiologi, sedangkan PNS lain, walaupun sebagai pekerja radiasi tidak mendapatkan TBR. Kesimpulan. Keputusan Presiden RI No. 48 Tahun 1995 telah melanggar asas keadilan khususnya keadilan distributif, karena telah melakukan keberpihakan pada PNS yang bekerja di Bagian Radiologi saja dan melanggar tujuan hukum yaitu tidak memihak dan melahirkan ide persamaan dalam perlakuan. Pemberian TBR dapat memenuhi asas keadilan khususnya Teori Keadilan John Rawls, jika TBR tersebut diberikan kepada setiap warga negara pekerja radiasi tidak dibatasi status PNS dan tempat bekerja tetapi berdasarkan paparan radiasi yang diterima.
Bagaimana dengan pekerja radiasi Swasta ?
Setelah pekerja radiasi swasta tidak terakomodasi dan tidak mendapatkan tempat di Keppres 48/1995. Departemen Kesehatan mencoba mengeluarkan surat edaran tertanggal 12 April 1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822. Namun persoalan payung hukum ini hanyalah himbauan tidak dapat mengatur sepenuhnya pihak RS swasta dan jika dicermati mempunyai kelemahan antara lain :
Bahwa
yang menjadi dasar hukum adalah : Kepres No. 48 Tahun 1995 tentang Tunjangan
Bahaya Radiasi Jo Surat Edaran Departemen Kesehatan RI tertanggal 12 Apri l
1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822. tidak dapat digunakan untuk persoalan TBR di lingkungan swasta karena badan hukum RS swasta adalah badan hukum privat sementara RS pemerintah adalah badan hukum publik.
Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk :
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
Bahwa
Keppres No. 48 Tahun 1995 dan diberlakukan hanya bagi Pegawai Negeri Sipil yang
bergerak dibidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan tidak diberlakukan bagi
Pelayanan Kesehatan Masyarakat dibidang Swasta ;
Bahwa
berdasarkan Keppres No. 136 Tahun 1999 tentang kedudukan, tugas , fungsi ,
susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen, maka Surat Edaran Departemen
Kesehatan RI tertanggal 12 April 1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822 tidak dapat diberlakukan
karena RS Swasta tidak berada di lingkungan Internal Departemen Kesehatan.
Keputusan mengenai TBR untuk pekerja radiasi medik seharusnya mencakup siapapun yang terlibat dalam tugas yang berhubungan dengan penggunaan radiasi medik tidak terbatas pada PNS di instalasi radiologi atau di pendidikan namun juga mencakup PNS di instalasi radiasi medik lainnya serta di lembaga negara yang lain. Demikian juga keputusan yang dibuat semestinya mencakup kepentingan pekerja radiasi medik swasta seperti juga pada pemberian penghargaan sertifikasi guru yang menyangkut guru PNS maupun swasta. Perlu diingat akibat berbahaya radiasi tidak pernah membedakan terjadi di instalasi pemerintah ataupun swasta. Salam
Sumber :
- Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesi P U T U S A N No. 607 K/Pdt / 2004 ( Mengenai sengketa Kasus TBR RS Swasta dan RS Swasta di Bandung hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung)
- Surat Edaran DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN, Nomor : S-6053/PB/2006 ( Mengenai tunjangan umum PNS yang berkaitan dengan TBR )
- Kartamihardja, Achmad Hussein Sundawa (2007) PELANGGARAN KEADILAN DALAM PEMBERIAN TUNJANGAN BAHAYA RADIASI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL BIDANG KESEHATAN. Masters thesis, Unika Soegijapranata
Ketika saya memperjuangkan TBR di RS swasta dulu , jalan sangat berliku namun semuanya telah dinikmati kini. Jika ingin berdiskusi lebih lanjut silahkan mengisi komentar dibawah ini ataupun bisa menghubungi email saya di alamat : bertosumedi@gmail.com . Terimakasih atas kesediannya membaca tulisan ini.
Refleksi keprihatinan ini saya tulis disela-sela waktu penyusunan dan pengolahan data hasil penelitian Tesis S2 Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Universitas Diponegoro Semarang, Nopember 2014.Semoga manfaat