Total Tayangan Halaman

Sabtu, 22 November 2014

Tunjangan Bahaya Radiasi bagi pekerja radiasi medik dalam kedudukan kesetaraan hukum dan ketidakadilan

Print Friendly and PDF
T
unjangan Bahaya Radiasi bagi pekerja radiasi hingga saat ini tetap menjadi persoalan yang dinamis untuk dibicarakan selalu saja ada persoalan yang memprihatinkan dan tidak seragam penyelesaiannya. Banyak interpretasi yang beragam menyebabkan ketidakpastian akan nasib para pekerja radiasi ini. Apalagi dengan pemberlaluan otonomi daerah semakin beragamlah persoalan TBR untuk pekerja radiasi di daerah. Sejak diberlakukannya UU no 32 tahun 1999 yang kemudian disusul dengan UU no 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang secara subtansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta pemerintahan kota suatu kewenangan serta otonomi yang lebih luas dibandingkan dengan era sebelumnya. Sesuai pasal 1 ayat 2 UU no 32 tahun 1999, yang dimaksud Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai pasal 1 ayat 5 yang dimaksud Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketika terbit surat edaran mengenai Penjelasan atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-26/PB/2006 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Umum bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Anggota  Tentara Nasional Indonesia , terdapat beberapa hal yang menyangkut Keppres no 48 menjadi tidak seragam lagi pengaturan pemberiannya antara PNS, Polri maupun TNI. Demikian juga mengenai TBR pada PNS dilingkungan Polri dan TNI tidak dijelaskan pada surat edaran ini sehingga juga dapat terjadi misinterpretasi.

Selain ketidakpastian aturan pemberian TBR terhadap PNS di daerah yang berbeda-beda yang terjadi dikarenakan adanya persepsi yang berbeda menyikapi peraturan tentang TBR ini, terutama diakibatkan dengan Undang-undang otonomi daerah tersebut diatas. Beberapa ketidakadilan dalam penerbitan Keppres 48/95 tersebut ternyata juga menjadi kajian ilmiah yang menarik untuk disimak. Tulisan ini saya buat bukan untuk mempersoalkan siapapun atau lembaga manapun namun lebih kepada persoalan mengenai keprihatinan terhadap nasib pekerja radiasi yang telah berjuang mengorbankan kesehatannya demi banyak orang meskipun tahu akan akibatnya sementara banyak pihak, bahkan pemerintah yang tidak memberikan reward yang layak untuk pengorbanan tersebut sebagai kompensasi atas resiko bahaya yang disandang pekerja radiasi. 

Persoalaan subtantif 

Sejak diterbitkannya Keppres 48 /1995 ternyata dilihat dari kacamata hukum sudah menunjukkan ketidakadilan sehingga terjadi pelanggaran keadilan bagi pekerja radiasi khususnya swasta silahkan anda simak tulisan ilmiah berupa tesis saudara Kartamihardja, Achmad Hussein Sundawa (2007) PELANGGARAN KEADILAN DALAM PEMBERIAN TUNJANGAN BAHAYA RADIASI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL BIDANG KESEHATAN. Masters thesis, Unika Soegijapranata. Temuan kajian hukum yang ada mengenai perlakuan atas produk hukum ternyata tidak mencerminkan keadilan Berikut ini uraian tulisannya : Hukum diperlukan dan bertujuan untuk melindungi kepentingan seseorang dan menghormati kepentingan dan hak orang lain serta tidak bertentangan dengan asas keadilan. Rumusan keadilan menurut Teori keadilan Rawls adalah kebebasan dasar bagi semua orang dan ketidaksamaan harus diatur untuk memberikan keuntungan bagi setiap orang yang paling tidak beruntung serta semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang. TBR berdasarkan Keppres RI No. 48 tahun 1995 diberikan kepada PNS pekerja radiasi yang bekerja hanya di sarana kesehatan Radiologi, sedangkan PNS lain, walaupun sebagai pekerja radiasi tidak mendapatkan TBR. Kesimpulan. Keputusan Presiden RI No. 48 Tahun 1995 telah melanggar asas keadilan khususnya keadilan distributif, karena telah melakukan keberpihakan pada PNS yang bekerja di Bagian Radiologi saja dan melanggar tujuan hukum yaitu tidak memihak dan melahirkan ide persamaan dalam perlakuan. Pemberian TBR dapat memenuhi asas keadilan khususnya Teori Keadilan John Rawls, jika TBR tersebut diberikan kepada setiap warga negara pekerja radiasi tidak dibatasi status PNS dan tempat bekerja tetapi berdasarkan paparan radiasi yang diterima.

Bagaimana dengan pekerja radiasi  Swasta ? 

Setelah pekerja radiasi swasta tidak terakomodasi dan tidak mendapatkan tempat di Keppres 48/1995. Departemen Kesehatan mencoba mengeluarkan surat edaran   tertanggal 12 April 1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822. Namun persoalan payung hukum ini hanyalah himbauan tidak dapat mengatur sepenuhnya pihak RS swasta dan jika dicermati mempunyai kelemahan antara lain : 

Bahwa yang menjadi dasar hukum adalah  : Kepres No. 48 Tahun 1995 tentang Tunjangan Bahaya Radiasi Jo Surat Edaran Departemen Kesehatan RI tertanggal 12 Apri l 1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822. tidak dapat digunakan untuk persoalan TBR di lingkungan swasta karena badan hukum  RS swasta adalah badan hukum privat sementara RS pemerintah adalah badan hukum publik.

Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk :
Badan Hukum Publik ( Publik Rechts Person )
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
Badan Hukum Privat ( Privat Rechts Person )
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

Bahwa Keppres No. 48 Tahun 1995 dan diberlakukan hanya bagi Pegawai Negeri Sipil yang bergerak dibidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan tidak diberlakukan bagi Pelayanan Kesehatan Masyarakat dibidang Swasta ;

Bahwa berdasarkan Keppres No. 136 Tahun 1999 tentang kedudukan, tugas , fungsi , susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen, maka Surat Edaran Departemen Kesehatan RI tertanggal 12 April 1999 No. HK.OO.SJ.SE.V.0822 tidak dapat diberlakukan karena RS Swasta tidak berada di lingkungan Internal Departemen Kesehatan.  

Bagaimana dengan Peraturan Presiden no 138 tahun 2014 yang terbaru yang menggantikan Keppres 48/ 1995 ?. Tampaknya untuk pekerja radiasi swasta masih belum mendapat tempat di perundang-undangan pemerintah. Untuk memperjuangkannnya perlu jalan panjang negosiasi dengan baik, kinerja yang meyakinkan akan sangat membantu mewujudkan impian menyetarakan TBR sesuai PNS. Telah banyak Rumah Sakit swasta yang menyesuaikan dengan TBR sesuai Keppres 48/95. Semoga pada kesempatan mendatang rumah sakit swasta dapat mengerti dan menyesuaikan tunjangan sesuai PP no 138/ 2014 tersebut, terutama dimulai dari  RS type B yang investasi radiologinya berupa asset yang nilainya mencapai milyaran rupiah.

Keputusan mengenai TBR untuk pekerja radiasi medik seharusnya mencakup siapapun yang terlibat dalam tugas yang berhubungan dengan penggunaan radiasi medik tidak terbatas pada PNS di instalasi radiologi atau di pendidikan namun juga mencakup PNS di instalasi radiasi medik lainnya serta di lembaga negara yang lain. Demikian juga keputusan yang dibuat semestinya mencakup kepentingan pekerja radiasi medik swasta seperti juga pada pemberian penghargaan sertifikasi guru yang menyangkut guru PNS maupun swasta. Perlu diingat akibat berbahaya radiasi tidak pernah membedakan terjadi di instalasi pemerintah ataupun swasta. Salam 


Sumber :  
  1.  Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesi P U T U S A N No. 607 K/Pdt / 2004 ( Mengenai sengketa Kasus TBR RS Swasta dan RS Swasta di Bandung hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung) 
  2. Surat Edaran DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN, Nomor : S-6053/PB/2006 ( Mengenai tunjangan umum PNS yang berkaitan dengan TBR ) 
  3. Kartamihardja, Achmad Hussein Sundawa (2007) PELANGGARAN KEADILAN DALAM PEMBERIAN TUNJANGAN BAHAYA RADIASI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL BIDANG KESEHATAN. Masters thesis, Unika Soegijapranata

Ketika saya memperjuangkan TBR di RS swasta dulu , jalan sangat berliku namun semuanya telah dinikmati kini. Jika ingin berdiskusi lebih lanjut silahkan mengisi komentar dibawah ini ataupun bisa menghubungi email saya di alamat : bertosumedi@gmail.com . Terimakasih atas kesediannya membaca tulisan ini.


Refleksi keprihatinan ini saya tulis disela-sela waktu penyusunan dan pengolahan data hasil penelitian Tesis S2 Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Universitas Diponegoro Semarang, Nopember 2014.Semoga manfaat 






x